Ijinkan
Kusapa kembali mimpi itu
Setiap Ibu menginginkan yang terbaik
untuk putri kecilnya, masih kuingat dengan jelas saat kupandangi album lama yang
tersimpan rapi . senyum bahagia seorang ibu menatap wajah mungil putri
kecilnya. Seolah begitu bahagianya dia..seolah berjuta-juta harapan dia
tumpahkan untuk sosok mungil itu. Dia pertahankan putri kecilnya walau nyawa
yang dia pertaruhkan karena keadaan satu ginjal yang ia miliki. Begitu besar
rasa cinta dan ikhlasnya pada sosok putri kecilnya ini...Apa yang ia dapatkan
sekarang ini?? Bahkan hampir tak pernah aku melihatnya tersenyum, wajahnya yang
sayu menggambarkan begitu banyak beban dan rasa sakit yang ia rasakan untuk
memastikan putri kecilnya ini mendapat yang terbaik. Yah masih terekam jelas
bagaimana perjuangan yang ia lakukan untuk putri kecilnya ini, dengan kondisi
yang serba kekurangan bukan menjadi alasan baginya untuk menyerah, beragam cacian
dan hinaan bukan menjadi alasan baginya untuk terpuruk, ia berikan pendidikan
yang terbaik untuk putri kecilnya ini. Seolah dia tidak pernah mengenal malam,
tak pernah kulihat dia mengeluh lelah dihadapanku. Jauh aku merasa begitu tak
pantas walau hanya memberikan senyuman dihadapanya. Aku yang setiap hari larut
akan rasa penyesalan itu... aku yang selalu merasa menjadi seorang anak yang
gagal... aku yang selalu merasa hilang arah tujuan... Bahkan saat cacian hinaan
yang membuat hatiku sakit aku adukan padanya, bahkan setiap goresan luka kecil
yang aku rasakan aku adukan padanya. Aku yang hanya bisa memberikan mimpi
kepadanya aku yang hanya bisa memberikan harapan padanya, karena aku merasa aku
telah gagal. Aku gagal sebelum aku berjuang.
Ijinkan aku memutar pasir waktu
dikala aku mampu menentukan pilihan hidupku, dikala aku merasa memiliki
keberanian menggapai asa yang selama ini aku gantugkan. Dikala aku membawa pulang
tropy kejuaraan dihadapanya, dikala aku berikan tarian terbaiku dihadapan
banyak orang. Semua orang memiliki kesempatan untuk mewujudkan apa yang mereka
impikan, because if you can dream it, you dare it, you can get it, you can grab
it. Bisakah aku memutarnya kembali??
Mungkin dengan itu aku bisa melihat senyum tulusnya setiap hari. Mungkin
dengan itu aku bisa merekam senyum yang sama saat pertama kali ia menatap
bangga pada putri kecilnya ini. Mungkin dengan itu kami tidak akan pernah
merasa kehampaan yang selalu menemani setiap hari kami. Aku merasa aku telah
gagal...ku kubur dalam-dalam semua asa yang pernah membuat hari-hariku
bersemangat, bahkan untuk menengoknya saja aku tidak memiliki keberanian aku
tidak memiliki kekuatan. Hari-hari yang saat ini kujalani penuh dengan senyum
yang aku paksakan, gambaran sebuah senyuman untuk menguatkan diri. Sebuah
senyuman untuk menahan rasa sakit hebat di kepala ku yang setiap hari aku
rasakan. Sebuah senyuman untuk menguatkanku menopang tubuh yang setiap hari
teramat berat aku rasakan. Sebuah senyuman penahan peluh yang selalu mendesak
untuk jatuh setiap saat.
Ijinkan aku menyapamu kembali,
coretan kecil yang membuat hari-hariku berwarna. Masih kusimpan rapi coretan
yang selalu menguatkan ku disaat aku merasa terpuruk tapi tidak untuk saat ini bahkan
untuk mebukanya aku tidak memiliki keberanian. Yah aku masih mampu menceritakan
semua coretan-coretan kecilku yang selalu aku janjikan pada ibu. Betapa do’a
dan senyum tulus yang tergambar darinya
saat ku sampaikan isi coretan itu. Aku telah memutus salah satu jalan untuk
mewujudkan coretan itu.... ingin ku putar kembali moment itu, dimana aku
mendapat kesempatan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ku di perguruan
tinggi. Selalu aku ingat penyesalan itu...penyesalan yang membuat hari-hariku
kelabu. Sebuah penyesalan yang mendesak peluhku jatuh setiap saat aku
mengingatnya. Betapa bahagianya Ibu ketika aku berlari untuk memeluknya
sepulang sekolah, kucium tanganya kupeluk erat, mungkin itu merupakan pelukan
tererat yang pernah aku berikan untuknya. Aku biarkan dia bertanya ... dengan
senyum bahagia aku sampaikan seluruh kebahagianku kala itu. “ mom, may i hug
you every time?” “ of course dear, you could hug me everytime you want “ said
my mom. “ Mom, but today i want to hug you more closely than usual” “what
happen with you dear?? I feel so glad to see your beautiful smile today” said
my mom “yes, this is one of the thing that i had promised to you mom “ “ Bu,
hampir setiap hari aku bersemangat menceritakan mimpi-mimpi yang aku gantungkan
dihadapanmu. Hampir setiap hari pula aku mendengar do’a tulus dari ibu. Bahkan
tak jarang senyum tulus dan peluh ikhlas ibu berikan pada putri kecilmu ini. “
tak ada jawaban darinya, hanya senyum tulus dan tetesan peluh ikhlas yang dia
berikan padaku. “ Bu, ini salah satu janjiku, aku harus bisa melanjutkan
sekolah setelah ini. Inilah butir-butir do’a yang setiap hari ibu untai untuku.
“ kuselipkan amplop coklat muda yang berisi kertas pengumuman itu pada
sela-sela jari tanganya, tergambar beban yang dia tanggung selama ini tangan
yang terasa begitu kasar penuh dengan kapal. Dengan teliti ia buka amplop
pengumuman itu. Tak satu patah katapun terucap dari bibirnya, yang aku lihat ia
mencoba menahan dengan menggigit ujung bibirnya hanya peluh yang terus menetes
darinya. Lama aku menunggu utaian kata yang akan dia ucapkan.... “ Dear, this
not only about my pray but also about your spirit , your ambition, to dare your
dream come true. You could throw every obstacle on your way .” peluh yang
semakin deras mengalir diikuti tarikan garis senyum pada bibirnya. Ya Allah aku
bersyukur hari ini aku bisa melihat senyuman bahagia itu lagi. Aku berharap ini
bukan untuk yang terakhir kalinya ku lihat. Wajahnya nampak begitu ayu berhias
senyum tulus dari bibirnya.
Kutatap kalender yang menempel pada
dinding kamar, hari ini adalah hari ke empat belas setelah ibu membaca
pengumuman beasiswa perguruan tinggi yang aku berikan. Bagaikan mendapat
hantaman keras... betapa terpukulnya aku. Aku mendengar rintihan ibu , aku
dapat merasakan betapa dia menahan rasa sakit yang begitu dahsyat. Wajah ayunya
kini berubah tak kulihat senyum terlukis darinya lagi. Kini yang ada
dihadapanku hanya wajah lelah menahan rasa sakit , yah gagal ginjal yang dia
derita kambuh bahkan kali ini dokter mengatakan memasuki stadium empat. Ya
Allah aku merasakan begitu cepatnya kau ubah siang kami menjadi malam yang
begitu gelap. Lima hari sudah aku berada diruangan ini menatap wajah ibu yang
kian hari semakin pucat, tubuh yang semakin kurus. Suara pintu yang
menyadarkanku, tampak raut wajah yang tak biasanya ditunjukan bapak. Tergambar
beribu-ribu cerita yang ingin dia sampaikan padaku, mungkin dia mencoba menahan
peluh yang mendesak keluar. Satu jam kami berada di ruangan yang sama, tidak
ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya. Aku berusaha mencari tau apa
yang ada dibalik diamnya itu. La hawla wa la quwata illa billah jelas sudah apa
yang membuat bapak diam, kebakaran hebat melalap semua kios pasar Johar kios
kecil penyambung hidup kami satu-satunya pun tak luput dari amukanya. Sejenak
ingin kurebahkan tubuh ini, aku tidak mengerti dengan semua ini. Yang aku tau
fikiranku penuh dengan kedua adik kecilku yang saat ini masih duduk dibangku
sekolah. Bagaimana dengan Ibu? Bagaimana dengan impianku? Bagaimana dengan
kedua adikku saat ini? Segera Aku sadari peranku sebagai anak sulung di
keluarga kecil ini, apalah arti impianku saat ini jika aku harus membiarkan
adik dan kedua orang tuaku berjuang sendiri.
Mimpi itu masih ada, harapan itu
masih ada semangat itu masih ku simpan dalam-dalam berharap bukan untuk aku
tinggalkan hanya berniat menundanya. Segera kubereskan berkas pembatal beasiswa
yang aku terima kuganti dengan surat lamaran pekerjaan. Dua bulan sudah ibu
berada di rumah sakit keadan yang tak jauh berbeda setiap harinya...dua bulan
juga aku mengajukan permohonan kerja sebagai staff IT di beberapa perusahaan
salah satu perusahaan tambang yang bekerjasama dengan tempatku menuntut ilmu.
Allahu Akbar satu jalan terbuka untuku, segera kupeluk ibu namun aku merasa
pelukanku ini tak seerat pelukanku dulu. Kumantapkan langkah ini kumantapkan
hati ini untuk memulai hidup di perantauan. Sebuah keputusan yang berarti aku
harus merelakan waktuku yang biasa aku gunakan untuk merawat kedua orangtuaku,
merelakan waktuku yang biasa aku gunakan untuk untuk mendidik adik-adikku .
Tak kurasa langkah ku kian menjauh
dari tanah kelahiranku, perjuanganku baru akan dimulai di tanah rantau yang
bahkan aku belum mengenalnya sama sekali. Ilmu kehidupan yang sesungguhnya akan
aku dapat di dunia kerja. Aku bagaikan bayi yang baru dilahirkan ke dunia,
dilepas tanpa arah. Tibalah kaki menginjak tanah rantau, aku di tempatkan di
sebuah site lokasi pertambangan di pulau Berau Kalimantan Timur. Amanah yang aku pegang di
departemen IT ini adalah tugas seorang Service Desk IT. Aku sangat bersyukur
disinilah aku dibentuk bertemu dengan orang-orang profesional di bidangnya masing-masing.
Berbagai karakter aku temukan disini, berbagai halangan, cibiran, cemoohan dan
rintangan aku jadikan pembentuk mental. Satu tahun aku berusaha semampuku
memberikan support yang terbaik bagi user, aku menyerah dengan keadaan
yang ada.. yah dua kali aku terpaksa dirawat di rumah sakit seorang diri.
Perawatan kedua dokter mendiaknosaku depresi... aku harus meminum obat yang
diberikan 2 kali sehari. Tak seorangpun dari keluargaku tau, karena bagiku
cukuplah aku yang mengetahuinya. Begitu hebatnya guncangan dalam diri ini aku
rasa, disaat yang bersamaan ibu sedang dirawat dirumah sakit untuk kedua
kalinya karena gagal ginjal yang dia derita... aku memaksakan diri untuk sembuh.
Sampai saat ini aku masih merasakan efek yang begitu besar dari kejadian itu,
setiap harinya aku berusaha bangkit seorang diri karena aku tau ibu pasti dapat
merasakan kondisiku saat ini. Berhari-hari
tak ku hiraukan Pikiranku sejenak berputar kembali pada moment dimana aku
memeluk erat ibu saat membawa amplop pengmuman beasiswa itu. Mungkin saat ini
aku berada ditengah-tengah keluargaku ...mungkin saat ini aku bersama dengan
adik-adiku...mungkin saat ini aku sedang berjuang memperoleh toga untuk kedua
orangtua ku. Mungkin saat ini aku dikelilingi orang-orang yang aku sayangi. Satu
bulan sudah aku mulai aktif bekerja kondisiku saat itu masih belum menunjukan
perubaha yang besar, hampir setiap hari didalam bekerja aku menahan rasa sakit
itu. Pada akhirnya aku menyerah dengan keadaan yang ada, aku memilih mundur
dari site ini untuk menstabilkan kondisiku. Karena aku tau ini akan berpengaruh
pada kinerjaku dan tim ku. Rasa pesimisku semakin kuat, hari-hari aku lalui
dengan berjuang untuk mengembalikan kondisi ku.
Langkah kakiku kini sampai di kota
balikpapan, kota yang sama sekali belum aku ketahui sebelumnya. Keyakinaku akan
Allah pasti, aku ikhlas dengan jalan yang aku tempuh saat ini. Aku mendapat
amanah yang sama dengan sebelumnya memberikan support di bidang IT pada user
site ini. Hari-hari aku coba jalani dengan kondisi ku yang saat ini mulai
stabil, aku masih berjuang untuk sembuh seorang diri. Di kota ini kembali aku
mencoba kembali mengintip coretan kecil yang membuat hari-hariku bersemangat,
ijinkan aku menyapa kembali mimpi ku. Ijinkan aku melanjutkan pendidikanku,
ijinkan aku menjadi secerca cahaya dalam keluarga kecilku, ijinkan aku menjadi
cahaya bagi orang-orang disekitarku. Begitu besar keinginanku untuk memberikan
toga dihadapan orang tua ku, sampai saat ini aku masih berjuang untuk
mengembalikan kesehatanku. Kepercayaan dan semangatku sampai saat ini belum
kembali. Aku berikan yang terbaik untuk tugas yang telah dipercayakan padaku.
Senja di kota balikpapan menyapaku,
fikiranku kembali mengingat akan senyuman terindah yang pernah ibu berikan
untukku. DI setiap do’aku aku panjatkan untuknya ijinkan aku menjadi cahaya
dikehidupanya. Hati terasa teriris karena hingga saat ini aku belum mampu
memenuhi janjiku padanya. “ Bu maaf aku belum bisa menjadi anak yang bapak dan
ibu banggakan. Aku belum bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adiku “.
Lewat pesan singkat aku sampaikan rasa rinduku pada kalian pagi ini. Lewat
pesan singkat aku sampaikan permohonan maafku yang belum bisa menjadi terbaik
untuk kalian.
Dari
putri kecilmu yang sangat menyayangimu