Minggu, 06 Desember 2015

Ijinkan Kusapa kembali mimpi itu



Ijinkan Kusapa kembali mimpi itu
            Setiap Ibu menginginkan yang terbaik untuk putri kecilnya, masih kuingat dengan jelas saat kupandangi album lama yang tersimpan rapi . senyum bahagia seorang ibu menatap wajah mungil putri kecilnya. Seolah begitu bahagianya dia..seolah berjuta-juta harapan dia tumpahkan untuk sosok mungil itu. Dia pertahankan putri kecilnya walau nyawa yang dia pertaruhkan karena keadaan satu ginjal yang ia miliki. Begitu besar rasa cinta dan ikhlasnya pada sosok putri kecilnya ini...Apa yang ia dapatkan sekarang ini?? Bahkan hampir tak pernah aku melihatnya tersenyum, wajahnya yang sayu menggambarkan begitu banyak beban dan rasa sakit yang ia rasakan untuk memastikan putri kecilnya ini mendapat yang terbaik. Yah masih terekam jelas bagaimana perjuangan yang ia lakukan untuk putri kecilnya ini, dengan kondisi yang serba kekurangan bukan menjadi alasan baginya untuk menyerah, beragam cacian dan hinaan bukan menjadi alasan baginya untuk terpuruk, ia berikan pendidikan yang terbaik untuk putri kecilnya ini. Seolah dia tidak pernah mengenal malam, tak pernah kulihat dia mengeluh lelah dihadapanku. Jauh aku merasa begitu tak pantas walau hanya memberikan senyuman dihadapanya. Aku yang setiap hari larut akan rasa penyesalan itu... aku yang selalu merasa menjadi seorang anak yang gagal... aku yang selalu merasa hilang arah tujuan... Bahkan saat cacian hinaan yang membuat hatiku sakit aku adukan padanya, bahkan setiap goresan luka kecil yang aku rasakan aku adukan padanya. Aku yang hanya bisa memberikan mimpi kepadanya aku yang hanya bisa memberikan harapan padanya, karena aku merasa aku telah gagal. Aku gagal sebelum aku berjuang.
            Ijinkan aku memutar pasir waktu dikala aku mampu menentukan pilihan hidupku, dikala aku merasa memiliki keberanian menggapai asa yang selama ini aku gantugkan. Dikala aku membawa pulang tropy kejuaraan dihadapanya, dikala aku berikan tarian terbaiku dihadapan banyak orang. Semua orang memiliki kesempatan untuk mewujudkan apa yang mereka impikan, because if you can dream it, you dare it, you can get it, you can grab it. Bisakah aku memutarnya kembali??  Mungkin dengan itu aku bisa melihat senyum tulusnya setiap hari. Mungkin dengan itu aku bisa merekam senyum yang sama saat pertama kali ia menatap bangga pada putri kecilnya ini. Mungkin dengan itu kami tidak akan pernah merasa kehampaan yang selalu menemani setiap hari kami. Aku merasa aku telah gagal...ku kubur dalam-dalam semua asa yang pernah membuat hari-hariku bersemangat, bahkan untuk menengoknya saja aku tidak memiliki keberanian aku tidak memiliki kekuatan. Hari-hari yang saat ini kujalani penuh dengan senyum yang aku paksakan, gambaran sebuah senyuman untuk menguatkan diri. Sebuah senyuman untuk menahan rasa sakit hebat di kepala ku yang setiap hari aku rasakan. Sebuah senyuman untuk menguatkanku menopang tubuh yang setiap hari teramat berat aku rasakan. Sebuah senyuman penahan peluh yang selalu mendesak untuk jatuh setiap saat.
            Ijinkan aku menyapamu kembali, coretan kecil yang membuat hari-hariku berwarna. Masih kusimpan rapi coretan yang selalu menguatkan ku disaat aku merasa terpuruk tapi tidak untuk saat ini bahkan untuk mebukanya aku tidak memiliki keberanian. Yah aku masih mampu menceritakan semua coretan-coretan kecilku yang selalu aku janjikan pada ibu. Betapa do’a dan senyum tulus  yang tergambar darinya saat ku sampaikan isi coretan itu. Aku telah memutus salah satu jalan untuk mewujudkan coretan itu.... ingin ku putar kembali moment itu, dimana aku mendapat kesempatan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ku di perguruan tinggi. Selalu aku ingat penyesalan itu...penyesalan yang membuat hari-hariku kelabu. Sebuah penyesalan yang mendesak peluhku jatuh setiap saat aku mengingatnya. Betapa bahagianya Ibu ketika aku berlari untuk memeluknya sepulang sekolah, kucium tanganya kupeluk erat, mungkin itu merupakan pelukan tererat yang pernah aku berikan untuknya. Aku biarkan dia bertanya ... dengan senyum bahagia aku sampaikan seluruh kebahagianku kala itu. “ mom, may i hug you every time?” “ of course dear, you could hug me everytime you want “ said my mom. “ Mom, but today i want to hug you more closely than usual” “what happen with you dear?? I feel so glad to see your beautiful smile today” said my mom “yes, this is one of the thing that i had promised to you mom “ “ Bu, hampir setiap hari aku bersemangat menceritakan mimpi-mimpi yang aku gantungkan dihadapanmu. Hampir setiap hari pula aku mendengar do’a tulus dari ibu. Bahkan tak jarang senyum tulus dan peluh ikhlas ibu berikan pada putri kecilmu ini. “ tak ada jawaban darinya, hanya senyum tulus dan tetesan peluh ikhlas yang dia berikan padaku. “ Bu, ini salah satu janjiku, aku harus bisa melanjutkan sekolah setelah ini. Inilah butir-butir do’a yang setiap hari ibu untai untuku. “ kuselipkan amplop coklat muda yang berisi kertas pengumuman itu pada sela-sela jari tanganya, tergambar beban yang dia tanggung selama ini tangan yang terasa begitu kasar penuh dengan kapal. Dengan teliti ia buka amplop pengumuman itu. Tak satu patah katapun terucap dari bibirnya, yang aku lihat ia mencoba menahan dengan menggigit ujung bibirnya hanya peluh yang terus menetes darinya. Lama aku menunggu utaian kata yang akan dia ucapkan.... “ Dear, this not only about my pray but also about your spirit , your ambition, to dare your dream come true. You could throw every obstacle on your way .” peluh yang semakin deras mengalir diikuti tarikan garis senyum pada bibirnya. Ya Allah aku bersyukur hari ini aku bisa melihat senyuman bahagia itu lagi. Aku berharap ini bukan untuk yang terakhir kalinya ku lihat. Wajahnya nampak begitu ayu berhias senyum tulus dari bibirnya.
            Kutatap kalender yang menempel pada dinding kamar, hari ini adalah hari ke empat belas setelah ibu membaca pengumuman beasiswa perguruan tinggi yang aku berikan. Bagaikan mendapat hantaman keras... betapa terpukulnya aku. Aku mendengar rintihan ibu , aku dapat merasakan betapa dia menahan rasa sakit yang begitu dahsyat. Wajah ayunya kini berubah tak kulihat senyum terlukis darinya lagi. Kini yang ada dihadapanku hanya wajah lelah menahan rasa sakit , yah gagal ginjal yang dia derita kambuh bahkan kali ini dokter mengatakan memasuki stadium empat. Ya Allah aku merasakan begitu cepatnya kau ubah siang kami menjadi malam yang begitu gelap. Lima hari sudah aku berada diruangan ini menatap wajah ibu yang kian hari semakin pucat, tubuh yang semakin kurus. Suara pintu yang menyadarkanku, tampak raut wajah yang tak biasanya ditunjukan bapak. Tergambar beribu-ribu cerita yang ingin dia sampaikan padaku, mungkin dia mencoba menahan peluh yang mendesak keluar. Satu jam kami berada di ruangan yang sama, tidak ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya. Aku berusaha mencari tau apa yang ada dibalik diamnya itu. La hawla wa la quwata illa billah jelas sudah apa yang membuat bapak diam, kebakaran hebat melalap semua kios pasar Johar kios kecil penyambung hidup kami satu-satunya pun tak luput dari amukanya. Sejenak ingin kurebahkan tubuh ini, aku tidak mengerti dengan semua ini. Yang aku tau fikiranku penuh dengan kedua adik kecilku yang saat ini masih duduk dibangku sekolah. Bagaimana dengan Ibu? Bagaimana dengan impianku? Bagaimana dengan kedua adikku saat ini? Segera Aku sadari peranku sebagai anak sulung di keluarga kecil ini, apalah arti impianku saat ini jika aku harus membiarkan adik dan kedua orang tuaku berjuang sendiri.
            Mimpi itu masih ada, harapan itu masih ada semangat itu masih ku simpan dalam-dalam berharap bukan untuk aku tinggalkan hanya berniat menundanya. Segera kubereskan berkas pembatal beasiswa yang aku terima kuganti dengan surat lamaran pekerjaan. Dua bulan sudah ibu berada di rumah sakit keadan yang tak jauh berbeda setiap harinya...dua bulan juga aku mengajukan permohonan kerja sebagai staff IT di beberapa perusahaan salah satu perusahaan tambang yang bekerjasama dengan tempatku menuntut ilmu. Allahu Akbar satu jalan terbuka untuku, segera kupeluk ibu namun aku merasa pelukanku ini tak seerat pelukanku dulu. Kumantapkan langkah ini kumantapkan hati ini untuk memulai hidup di perantauan. Sebuah keputusan yang berarti aku harus merelakan waktuku yang biasa aku gunakan untuk merawat kedua orangtuaku, merelakan waktuku yang biasa aku gunakan untuk untuk mendidik adik-adikku .
            Tak kurasa langkah ku kian menjauh dari tanah kelahiranku, perjuanganku baru akan dimulai di tanah rantau yang bahkan aku belum mengenalnya sama sekali. Ilmu kehidupan yang sesungguhnya akan aku dapat di dunia kerja. Aku bagaikan bayi yang baru dilahirkan ke dunia, dilepas tanpa arah. Tibalah kaki menginjak tanah rantau, aku di tempatkan di sebuah site lokasi pertambangan di pulau Berau Kalimantan Timur. Amanah yang aku pegang di departemen IT ini adalah tugas seorang Service Desk IT. Aku sangat bersyukur disinilah aku dibentuk bertemu dengan orang-orang profesional di bidangnya masing-masing. Berbagai karakter aku temukan disini, berbagai halangan, cibiran, cemoohan dan rintangan aku jadikan pembentuk mental. Satu tahun aku berusaha semampuku memberikan support yang terbaik bagi user, aku menyerah dengan keadaan yang ada.. yah dua kali aku terpaksa dirawat di rumah sakit seorang diri. Perawatan kedua dokter mendiaknosaku depresi... aku harus meminum obat yang diberikan 2 kali sehari. Tak seorangpun dari keluargaku tau, karena bagiku cukuplah aku yang mengetahuinya. Begitu hebatnya guncangan dalam diri ini aku rasa, disaat yang bersamaan ibu sedang dirawat dirumah sakit untuk kedua kalinya karena gagal ginjal yang dia derita... aku memaksakan diri untuk sembuh. Sampai saat ini aku masih merasakan efek yang begitu besar dari kejadian itu, setiap harinya aku berusaha bangkit seorang diri karena aku tau ibu pasti dapat merasakan kondisiku saat ini.  Berhari-hari tak ku hiraukan Pikiranku sejenak berputar kembali pada moment dimana aku memeluk erat ibu saat membawa amplop pengmuman beasiswa itu. Mungkin saat ini aku berada ditengah-tengah keluargaku ...mungkin saat ini aku bersama dengan adik-adiku...mungkin saat ini aku sedang berjuang memperoleh toga untuk kedua orangtua ku. Mungkin saat ini aku dikelilingi orang-orang yang aku sayangi. Satu bulan sudah aku mulai aktif bekerja kondisiku saat itu masih belum menunjukan perubaha yang besar, hampir setiap hari didalam bekerja aku menahan rasa sakit itu. Pada akhirnya aku menyerah dengan keadaan yang ada, aku memilih mundur dari site ini untuk menstabilkan kondisiku. Karena aku tau ini akan berpengaruh pada kinerjaku dan tim ku. Rasa pesimisku semakin kuat, hari-hari aku lalui dengan berjuang untuk mengembalikan kondisi ku.
            Langkah kakiku kini sampai di kota balikpapan, kota yang sama sekali belum aku ketahui sebelumnya. Keyakinaku akan Allah pasti, aku ikhlas dengan jalan yang aku tempuh saat ini. Aku mendapat amanah yang sama dengan sebelumnya memberikan support di bidang IT pada user site ini. Hari-hari aku coba jalani dengan kondisi ku yang saat ini mulai stabil, aku masih berjuang untuk sembuh seorang diri. Di kota ini kembali aku mencoba kembali mengintip coretan kecil yang membuat hari-hariku bersemangat, ijinkan aku menyapa kembali mimpi ku. Ijinkan aku melanjutkan pendidikanku, ijinkan aku menjadi secerca cahaya dalam keluarga kecilku, ijinkan aku menjadi cahaya bagi orang-orang disekitarku. Begitu besar keinginanku untuk memberikan toga dihadapan orang tua ku, sampai saat ini aku masih berjuang untuk mengembalikan kesehatanku. Kepercayaan dan semangatku sampai saat ini belum kembali. Aku berikan yang terbaik untuk tugas yang telah dipercayakan padaku.
            Senja di kota balikpapan menyapaku, fikiranku kembali mengingat akan senyuman terindah yang pernah ibu berikan untukku. DI setiap do’aku aku panjatkan untuknya ijinkan aku menjadi cahaya dikehidupanya. Hati terasa teriris karena hingga saat ini aku belum mampu memenuhi janjiku padanya. “ Bu maaf aku belum bisa menjadi anak yang bapak dan ibu banggakan. Aku belum bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adiku “. Lewat pesan singkat aku sampaikan rasa rinduku pada kalian pagi ini. Lewat pesan singkat aku sampaikan permohonan maafku yang belum bisa menjadi terbaik untuk kalian.

Dari putri kecilmu yang sangat menyayangimu

Selasa, 01 September 2015

Cinta Bagiku



Cinta Bagiku


Aku si pemilik hati yang dingin yang "belum" percaya cinta putih dapat hadir di antara dua hati yang baru mengenal.
Untukku, mencintai tak harus diawali oleh melisankan, "Aku sayang kamu." Sebab, bukannya bisa saja itu sebuah ketergesa-gesaan?

Untukku, mencintai itu refleksi dari kepedulian. Kau tak perlu merangkai aksara pujian hanya untuk mempertahankan. Yang kau butuhkan adalah kesinambungan.

Untukku, mencintai sesederhana saat kau hanya ingin ditemani olehnya, lau bercerita tentang hal yang tak kau ceritakan pada hati yang lain.

Untukku, mencintai akan membuatmu mau mengerti hati yang kau cintai. Bukan menurut pada egomu untuk menuntut pengertian setiap harinya. Tahukah kau hati itu bisa lelah juga?

Untukku, mencintai bukan hanya karena kau butuh kasih sayang. Mencintai adalah sebuah pengabdian untuk membahagiakan hati lain. Dan ketika kau berikrar, itu semakin sulit. Ada secercah tanggung jawab agar kau tak mengecewakannya.

Untukku, mencintai adalah sebuah komitmen untuk memberikan yang terbaik, menjadi yang terbaik untuk seseorang yang telah menjatuhkan pilihanya. Sebagai wujud rasa syukurku atas seseorang yang dihadirkan Tuhan untukku.

Untukku, menjatuhkan cinta tak sebegitu mudahnya. Pada hati yang baru ditemui, terutama. 

Untukku, sulit untuk percaya lagi pada cinta yang baru. Kau tahu rasanya selalu ditinggalkan karena cinta? Berulang kali. Hatiku mati.

Salam
Mpf